
Saat ini sedang terjadi pandemi COVID-19 yang membuat aktivitas kita menjadi terbatas. Semua aktivitas yang dijalankan mengalami perubahan dan dilakukan di rumah saja. Akibat dari kondisi ini membuat pola berbelanja berubah menjadi daring sebagai upaya untuk menekan angka positif COVID-19. Di sisi lain, belanja melalui daring ini memberikan kemudahan, kenyamanan, menghemat waktu, uang, dan tenaga. Akibatnya, beberapa orang merasa ketagihan berbelanja online. Bahkan, beberapa orang mungkin tidak mampu mengendalikan sifat ini. Kondisi inilah yang disebut dengan Compulsive Shopping Disorder.
Meskipun Compulsive Shopping Disorder tidak secara resmi dijelaskan sebagai gangguan mental, tetapi Compulsive Shopping Disorder merupakan jenis gangguan control implus, yaitu kecanduan perilaku atau bahkan termasuk gangguan obsesif komplusif (OCD).
Bagaimana cara mengetahui karakteristik gangguan belanja komplusif? Apakah kamu salah satu di antaranya? Yuk, simak ciri-cirinnya!
- Asik berbelanja untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan
- Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan penelitian mengenai barang-barang yang tidak dibutuhkan
- Kesulitan menolak pembelian barang yang tidak dibutuhkan
- Kesulitan keuangan karena belanja yang tidak terkendali
Adapun penelitian yang menunjukan bahwa perilaku berbelanja komplusif ini sering disertai dengan depresi, kecemasan, dan emosi negatif lainnya. Mungkin kita berpikir bahwa wanita yang akan cenderung menderita gangguan belanja ini, tetapi berdasarkan perhitungan statistik antara perempuan dan laki-laki, ternyata hasilnya memiliki rasio yang sama.
Apa yang menyebabkan seseorang menjadi kecanduan berbelanja? Hal yang menyebabkan terjadinya kecanduan berbelanja, yaitu untuk mengurangi rasa sakit emosional. Rasa sakit emosional ini dapat timbul dari masalah harga diri, trauma anak-anak, bahkan kecenderungan genetik.
Bagaimana cara untuk menahan sifat kecanduan berbelanja? Langkah yang efektif untuk mengatasinnya, yaitu dapat melakukan identifikasi awal mengapa dan bagaimana belanja menjadi awal masalah. Kemudian lacak pemicu yang membuat kamu ingin berbelanja. Kamu juga bisa berkomunikasi dengan psikolog untuk mendapatkan saran penanganan yang tepat dari ahlinya. Terapi ini mungkin efektif dalam mengurangi gejala pada banyak penderita Compulsive Shopping Disorder.
Yuk, mulai sekarang perhatikan pola belanja kalian. Jika sudah melalui batas dan mulai membeli barang yang tidak diperlukan, segera lakukan identifikasi awal agar kamu mengetahui apakah kamu termasuk Compulsive Shopping Disorder atau bukan. Jagalah kesehatan mental dan dompet kalian!! 😊
(SYK/RAH)
You may also like
Understanding Kinesthetic Intelligence and Relevance for University Students
LeadX Summit UNJ 2025: Menghadirkan Dua Pembicara Inspiratif, Generasi Z Siap Menjadi Pemimpin Inovatif di Era Digital
Take a Break from the Screen: Why Digital Detox Can Have a Big Impact
Arus Balik Lebaran 2025: Puncaknya Diprediksi Terjadi pada 9 April
Update Harga BBM Awal Tahun 2025: Pertamax Naik Per 1 Januari, Berikut Daftar Lengkapnya