Jakarta – Program magang ke Jerman yang dikenal dengan istilah Ferienjob, kini tercoreng setelah adanya dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). MD, salah satu mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang mengikuti program ini, tak kuasa menahan tangis saat menceritakan pengalaman pahitnya di Jerman.
MD bersama 92 mahasiswa UNJ lainnya, pergi berangkat ke Jerman pada Oktober 2023 dengan penuh harapan. Mereka diiming-imingi gaji yang tinggi dan pengalaman kerja yang berharga. Namun, sesampainya di Jerman, mimpi mereka berubah menjadi mimpi buruk.
Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengatakan bahwa ia mengikuti program Ferienjob setelah melihat informasi dari jurusannya. Ia tertarik karena program Ferienjob ini termasuk ke dalam program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) dan bisa dikonversi menjadi 20 SKS. Terlebih, pihak universitas bekerja sama dengan PT Sinar Harapan Bangsa (PT SHB) dan PT CVGEN untuk menyelenggarakan program ini.
MD mengatakan bahwa ia harus membayar Rp150.000 dan 350 Euro atau yang setara dengan Rp5,9 juta sebagai biaya pendaftaran dan administrasi untuk bekerja di Jerman. Jika dihitung dengan biaya persiapan keberangkatan lainnya, totalnya dapat mencapai sekitar Rp10 juta.
Meskipun sudah mengeluarkan biaya yang lumayan besar, MD dan peserta magang Ferienjob lainnya tidak mendapatkan pembekalan ilmu yang memadai. Pihak UNJ memang sudah menyediakan kelas pengantar Bahasa Jerman dan pengenalan budaya Jerman. Namun, PT SHB tidak memberikan informasi lebih detail mengenai pekerjaan dan perusahaannya kepada para peserta magang.
“Kami sudah di-announce kerjanya, seperti operator, tapi gak kebayang kerjanya. Hanya dikasih tahu kerja lapangan. Kami gak tahu kalau di sana ada kendala apa, budaya kerjanya bagaimana,” kata MD saat ditemui di kampusnya, Jumat, 22 Maret 2024.
Tidak hanya jenis pekerjaannya yang misterius, MD juga tidak mengetahui siapa sebenarnya Direktur PT SHB, Enik Ron Waldkönig, yang gencar mengajak mahasiswa mengikuti program Ferienjob dengan iming-iming gaji tinggi dan kesempatan pergi ke luar negeri. Bahkan, saat memberikan sosialisasi melalui aplikasi Zoom Meeting, Enik tidak pernah menunjukkan wajahnya. Para peserta magang baru pertama kali bertemu dengan Enik saat mereka tiba di Bandara Frankfurt. Di saat itu pula, Enik langsung membagi mereka menjadi beberapa kelompok.
Setiap kelompok mahasiswa dibelikan tiket kereta api dengan tujuan yang berbeda untuk bertemu dengan agen penyalurnya masing-masing dan tidak mendapat pendampingan sama sekali, hanya diberi alamat dan diminta untuk berangkat sendiri. “Kami bingung, meskipun kami mendapat pembelajaran tentang transportasi, tetapi itu hanya visual saja, tidak ada praktiknya,” tuturnya.
MD dan teman-temannya tidak didampingi oleh agen penyalur maupun PT SHB saat bertemu dengan perusahaan pemberi kerja. Sekali lagi, para mahasiswa yang kebanyakan belum pernah ke luar negeri ini hanya diberi alamat dan diminta datang sendiri.
Pengetahuan MD yang terbatas tentang kehidupan di Jerman membuatnya datang terlambat dari waktu yang dijanjikan oleh perusahaan pemberi kerja. Akibatnya, ia harus kembali lagi keesokan harinya. “Sempat nyasar-nyasar,” tuturnya.
MD akhirnya resmi menjadi pekerja magang di salah satu perusahaan pengelola rest area. Awalnya, ia ditempatkan sebagai petugas kasir minimarket. Namun, kemampuan berbahasanya yang terbatas membuatnya sulit untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan mengenali produk yang dijual. “Kerjaan saya sebulan pertama nangis dan menulis cara pengucapan nama produk-produk,” tuturnya.
Pada bulan kedua, mahasiswi berusia 22 tahun tersebut dipindahkan ke bagian dapur. Meskipun hobi memasak, MD justru merasa jauh lebih tertekan. Alhasil, ia hanya bertahan sekitar tiga minggu di bagian dapur sebelum dikembalikan ke minimarket.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan banyak kekhawatiran terkait keamanan program magang ke luar negeri. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengimbau kepada pihak universitas dan para mahasiswa agar berhati-hati dalam memilih program magang, serta memastikan lebih lanjut program tersebut legal dan terpercaya. Sangat penting untuk melakukan riset dan memastikan kredibilitas program magang sebelum memutuskan untuk mengikutinya. (EHP/YDH)

You may also like
How Do Habits Shape Our Identity? According to the Book Atomic Habits
Kunjungan Bersejarah Presiden Prancis ke Universitas Negeri Jakarta: Mengukuhkan Kerja Sama Global dan Peran UNJ Menuju World Class University
Diskusi Ekonomi Syariah (DIKSI) Vol. 1 KSEI FEB UNJ Mendorong Peran Generasi Muda dalam Filantropi Islam untuk Ekonomi Berkelanjutan
UNJ Resmikan Gedung 1A dan 1B untuk Tingkatkan Fasilitas Pendidikan Tinggi
GREAT 11TH: Suara Pemuda, Perubahan Dunia