Kesehatan mental adalah kondisi di mana seseorang dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik secara emosional, psikologis, dan sosial. Kesehatan mental memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak serta bagaimana ia menangani stres, menjalin hubungan dengan orang lain, dan membuat keputusan. Secara sederhana, kesehatan mental adalah tentang bagaimana kita merasakan diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita serta bagaimana kita mampu mengatasi tantangan hidup. Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang stabil cenderung lebih tenang dalam mengambil keputusan, mengelola emosi, memiliki hubungan sosial yang sehat, dan percaya diri.
Sumber : gurukul.org
Pembentukan kesehatan mental seseorang terutama pada remaja memang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor, mulai dari faktor lingkungan sosial hingga pola asuh orang tua. Mulai dari rumah di mana tempat kita bertumbuh dan berkembang dapat menentukan kita akan seperti apa dan bagaimana kondisi mental kita, baik secara psikologis maupun secara emosional. Cara orang tua dalam mengasuh atau mendidik seorang anak untuk berkomunikasi serta memberikan perhatian dan kasih sayang, akan memengaruhi perkembangan emosional anak sejak dini hingga menginjak usia remaja. Pola asuh yang suportif, penuh empati, dan terbuka terhadap komunikasi dapat menciptakan rasa aman dan kepercayaan diri pada remaja. Hal ini membantu mereka dalam mengelola emosi, membangun hubungan sosial yang sehat, serta menghadapi tekanan hidup dengan lebih baik.
Sebaliknya, pola asuh yang penuh tekanan atau cenderung mengabaikan kebutuhan emosional anak, dapat menimbulkan gangguan, seperti kecemasan, rendah diri, bahkan depresi. Ketika orang tua menerapkan pola asuh yang terlalu keras, otoriter, atau bahkan cenderung abai terhadap kebutuhan emosional anak, dapat menimbulkan tekanan psikologis yang berkelanjutan. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kurang suportif cenderung merasa tidak dihargai, kurang percaya diri, dan mengalami kesulitan dalam mengelola emosi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan, stres, hingga depresi. Selain itu, pola asuh yang tidak konsisten atau penuh tuntutan juga dapat menciptakan rasa takut gagal dan mendorong remaja untuk menekan perasaannya sendiri.
Sumber : pinterest.com
Namun, di era digital saat ini, selain faktor pola asuh orang tua, ada juga salah satu faktor penting yang bisa menjadi pemicu utama pembentukan kesehatan mental remaja, yaitu faktor penggunaan media sosial. Media sosial, jika digunakan secara bijak, dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan mental seseorang. Melalui media sosial, individu dapat menjalin dan mempererat hubungan sosial, terutama dengan keluarga dan teman yang berjarak jauh. Rasa terhubung ini berperan penting dalam mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan rasa memiliki. Dengan kata lain, media sosial dapat menjadi alat bantu dalam menjaga kesehatan mental, asalkan digunakan dengan bijak, selektif, dan tidak berlebihan.
Namun, ada pula efek negatif dari media sosial yang berperan besar terhadap kesehatan mental para remaja. Efek negatif media sosial terhadap kesehatan mental remaja sangat erat kaitannya dengan citra tubuh. Ketika seorang remaja membandingkan diri mereka dengan foto atau konten orang lain yang ada di media sosial, baik itu temannya ataupun selebriti, mereka mungkin akan merasa rendah diri. Hal tersebut dapat membuat self-esteem dan citra dirinya menurun. Survei yang dilakukan oleh Common Sense Media menunjukkan bahwa:
- sebanyak 35% remaja di media sosial khawatir akan ditandai (tagging) dalam foto yang tidak menarik;
- sebanyak 27% remaja merasa stres dengan penampilan mereka saat mengunggah foto; dan
- sebanyak 22% remaja merasa tidak percaya diri ketika tidak ada yang mengomentari atau “menyukai” foto mereka.
Bagaimana remaja menggunakan media sosial juga dapat menentukan dampaknya, misalnya melihat jenis konten tertentu dapat meningkatkan efek negatif terhadap kesehatan mental remaja. Konten tersebut mungkin berisikan:
- tindakan ilegal;
- menyakiti diri sendiri atau menyakiti orang lain; atau
- mendorong kebiasaan yang terkait dengan gangguan makan.
Maka dari itu, jagalah kesehatan mental kalian dengan mencari dukungan dari orang-orang yang peduli padamu, seperti teman, guru, atau saudara. Serta carilah lingkungan sosial yang positif agar dapat membantu memulihkan luka akibat pola asuh atau tekanan media sosial. Dengan menerima dan mengenali emosi, seseorang bisa menyadari bahwa tidak apa-apa untuk merasa sedih, marah, atau kecewa. Mengenali emosi adalah langkah awal untuk memahami diri sendiri dan memulai proses penyembuhan. (TPA/SYN).
You may also like
Saat Ketegangan Timur Tengah Mengoyak Ekonomi dan Meremukkan Harapan Rakyat
Seni Memaksimalkan Jeda: Mengelola Waktu Liburan untuk Rejuvenasi Optimal
COC Kembali, Waktunya Pelajar Unjuk Aksi dan Prestasi
Challenge Detoks Media Sosial: Berani Coba? Cek Manfaatnya!
Selat Hormuz: Jalur Kecil yang Menggenggam Dunia