Sumber: mudabicara.id

Sumber: mudabicara.id

Jeratan Kata di Balik Layar: Saat Dunia Maya Menjadi Medan Bully

Di era digital seperti sekarang, internet telah menjadi ruang ekspresi diri bagi semua orang. Setiap detik, jutaan orang melakukan percakapan, berbagi informasi, atau sekadar scroll konten-konten di media sosial, aplikasi chatting, forum, dan berbagai platform online lainnya. Tetapi sayangnya, kemajuan ini juga membawa dampak negatif yang tidak boleh diabaikan, seperti perundungan siber (cyberbullying) atau perundungan di dunia maya.

Berbeda dengan perundungan yang terjadi langsung di dunia nyata, cyberbullying terjadi secara tersembunyi-berlindung di balik layar. Bentuknya pun beragam, mulai dari komentar pedas, ejekan, penyebaran informasi palsu, hingga mengucilkan seseorang di grup atau media sosial. Pelakunya bisa anonim, tetapi tidak jarang juga berasal dari orang yang dikenal. Meskipun hanya terjadi lewat dunia maya, dampaknya tetap sangat terasa dan dapat meninggalkan luka yang dalam.

Sumber: unicef.org

Data dari UNICEF menyebutkan bahwa sekitar 1 dari 3 remaja di dunia pernah menjadi korban cyberbullying. Di Indonesia sendiri, menurut laporan Kominfo serta ECPAT Indonesia menunjukkan bahwa kasus perundungan digital terus meningkat, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Yang lebih memprihatinkan, banyak korban memilih untuk diam. Mereka takut disalahkan, dianggap lemah, atau tidak tahu harus mengadu kepada siapa.

Dampaknya tidak boleh kita remehkan. Cyberbullying dapat menimbulkan tekanan emosional, kecemasan, hilangnya kepercayaan diri, bahkan depresi berat yang memicu keinginan untuk mengakhiri hidup. Semua ini terjadi karena ungkapan yang bagi sebagian orang mungkin tampak biasa saja ternyata bisa sangat berbahaya jika disampaikan tanpa empati.

Sebagai generasi yang tumbuh di era digital, kita memiliki tanggung jawab etis untuk membangun lingkungan daring yang aman bagi semua. Caranya, bukan hanya dengan menghindari perbuatan yang salah, tetapi juga dengan berani berbicara, mendukung korban, melaporkan pelaku kepada platform yang bersangkutan, serta menyebarkan konten yang positif. Kita juga harus mendorong platform media sosial agar memiliki sistem pengawasan dan perlindungan yang lebih ketat.

Jangan biarkan dunia digital menjadi tempat kekerasan yang tersembunyi. Mari kita ubah untaian kata sebagai jembatan untuk saling memahami dan berempati. Sebab, di balik setiap akun dan profil, terdapat individu yang berhak dihormati, didengar, dan dijaga. (ELZ/SZA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *