Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Dari mulai membuka mata hingga larut malam menjelang tidur, kita seringkali terpaku pada layar ponsel, menggulir lini masa tanpa henti. Namun, pernahkah kita bertanya, apakah kita benar-benar menggunakan media sosial, atau justru dikendalikan olehnya? Perbedaan antara penggunaan yang intensif namun terarah, dan penggunaan yang impulsif tanpa tujuan, memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan fisik dan mental kita.
Tahukah kalian? Mayoritas pengguna internet saat ini aktif di berbagai platform media sosial bisa menghabiskan rata-rata lebih dari dua jam tiap harinya untuk berinteraksi dengan konten dan terhubung dengan orang lain. Keterlibatan yang terus-menerus ini menandakan pentingnya memahami bagaimana cara kita berinteraksi saat berselancar di dunia maya. Penggunaan media sosial yang intensif dapat diartikan sebagai penggunaan dengan tingkat frekuensi yang tinggi dalam mengakses platform online. Namun, intensitas di sini tidak selalu berarti negatif. Sebaliknya, penggunaan impulsif yang ditandai dengan kurangnya perencanaan dan pengendalian diri, seringkali dipicu oleh kebosanan atau notifikasi tiada henti, berpotensi menyebabkan konsekuensi yang merugikan. Sehingga perbedaan antara intensitas dan impulsivitas terletak pada kesadaran dan tujuan di balik tindakan kita dalam berselancar di dunia maya.
Penggunaan yang impulsif seringkali dipicu oleh notifikasi tiada henti atau sekadar mengisi kebosanan tanpa tujuan yang jelas. Dalam hal ini, kecanduan media sosial adalah salah satu dampak negatif yang menjadi risiko utamanya , di mana interaksi daring akan memicu pelepasan hormon dopamin atau hormon kebahagiaan yang didapatkan secara instan yang kemudian menciptakan siklus adiktif. Selain itu, penggunaan media sosial secara impulsif dapat memperburuk kesehatan mental, memicu kecemasan (anxiety), depresi, dan timbulnya perilaku Fear Of Missing Out (FOMO). Lebih lanjut, tanpa verifikasi yang cermat, pengguna yang impulsif rentan menyebarkan informasi yang salah atau berita palsu. Perilaku impulsif ini juga dapat merambah ke aspek lain, misalnya seperti belanja online yang tidak direncanakan, yang bisa mengakibatkan pengeluaran pada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu.
Sebaliknya, penggunaan media sosial yang intensif namun terarah dapat memberikan manfaat yang signifikan. Media sosial dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun koneksi yang bermakna dengan komunitas yang suportif. Media sosial juga menawarkan peluang belajar dan pengembangan diri melalui akses ke berbagai sumber informasi bahkan diskusi dengan para ahli. Untuk pengembangan karier misalnya, platform seperti LinkedIn sangat berguna dalam membangun jaringan profesional. Penggunaan yang terarah ini juga mendorong pengembangan diri dan pertumbuhan pribadi melalui konten inspirasional dan komunitas yang positif.
Lantas, bagaimana cara beralih dari kebiasaan impulsif ini? Tentunya ada beberapa strategi yang dapat kita terapkan. Pertama, tetapkan tujuan yang jelas sebelum menggunakan media sosial, ketahui apa yang sebenarnya ingin kita dapatkan setelah berselancar di dalamnya. Kedua, kelola waktu dengan menetapkan batasan harian, jadilah tegas dan berani membatasi diri dengan disiplin detoks digital. Ketiga, kita bisa mengurangi linimasa dengan mengikuti akun yang positif dan relevan, berhentilah melihat atau mengikuti terlalu banyak akun yang hanya akan membuat kita menjadi makin cemas atau terlena dalam hiburan receh nan semu, karena segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Terakhir, terlibatlah dengan penuh kesadaran dan perhatikan dampak emosional dari setiap konten yang kita konsumsi, karena itulah hal-hal yang akan membentuk kita. Pada akhirnya, menggunakan media sosial secara intensif, bukan impulsif, adalah kunci untuk memanfaatkan platform ini secara positif.
Dengan mengubah kebiasaan dari konsumsi pasif menjadi pengguna yang bijak dan terarah serta memiliki tujuan, kita dapat menjadikan media sosial sebagai ruang yang bermanfaat untuk bertumbuh, alih-alih mengendalikan dan mengurangi esensi kehidupan nyata yang seharusnya bisa kita nikmati sepenuhnya. (ANF/SZA)
You may also like
Saat Ketegangan Timur Tengah Mengoyak Ekonomi dan Meremukkan Harapan Rakyat
Seni Memaksimalkan Jeda: Mengelola Waktu Liburan untuk Rejuvenasi Optimal
COC Kembali, Waktunya Pelajar Unjuk Aksi dan Prestasi
Challenge Detoks Media Sosial: Berani Coba? Cek Manfaatnya!
Selat Hormuz: Jalur Kecil yang Menggenggam Dunia