QRIS Bangkit, Amerika Panik? Adu Gengsi Dompet Digital di Era Baru

Sumber: idntimes.com

Transformasi digital sektor keuangan Indonesia tengah memasuki babak baru. Di tengah upaya nasional mendorong transaksi nontunai dan inklusi keuangan lahirlah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), sebuah inovasi pembayaran berbasis QR code yang diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI) sejak 17 Agustus 2019. Inisiatif ini bertujuan untuk menyatukan berbagai platform pembayaran nontunai agar lebih efisien, inklusif, dan mudah diakses oleh masyarakat dari berbagai kalangan.

Per Maret 2024, jumlah pengguna QRIS telah mencapai lebih dari 55 juta, dengan lebih dari 36 juta merchant yang sebagian besar adalah pelaku UMKM. Volume transaksi QRIS bahkan melonjak sebesar 175,2% dibanding tahun sebelumnya, dengan total nilai mencapai Rp659,93 triliun.

Sumber: cnbcindonesia.com

Namun, di balik kesuksesan tersebut muncul tensi diplomatik yang cukup menarik. Pemerintah Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) melaporkan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai hambatan perdagangan dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers tahun 2024. Mereka menilai kebijakan ini menghambat akses perusahaan raksasa, seperti Visa dan Mastercard ke pasar domestik Indonesia.

Menanggapi hal ini, BI menegaskan bahwa penguatan QRIS dan GPN adalah bagian dari upaya menegakkan kedaulatan digital nasional. Bukan semata-mata untuk menutup pintu dari pemain asing, tetapi memastikan sistem pembayaran Indonesia tidak tergantung pada infrastruktur dan kepentingan luar negeri. Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, menyampaikan bahwa kolaborasi tetap terbuka selama selaras dengan kepentingan nasional.

Sumber: en.tempo.co

Dari sudut pandang domestik, QRIS bukan hanya inovasi teknis, tetapi juga simbol kemerdekaan ekonomi digital. Dengan biaya transaksi yang lebih rendah dan sistem yang terintegrasi, QRIS memberikan solusi praktis untuk pelaku usaha mikro sekaligus memperkuat daya saing ekonomi digital nasional. Sebaliknya, bagi Amerika Serikat, langkah Indonesia ini bisa dibaca sebagai sinyal persaingan yang nyata di sektor keuangan digital. Di tengah pertumbuhan pesat sistem pembayaran lokal dan regional, dominasi lama perusahaan global mulai terancam.

Pada akhirnya, QRIS tidak perlu menjadi lawan dari sistem internasional, seperti Visa dan Mastercard. Hal terpenting adalah memastikan bahwa seluruh sistem pembayaran tersebut dapat berdampingan secara sehat dengan tetap menjamin akses, keamanan, serta efisiensi transaksi lintas negara tanpa mengorbankan kedaulatan digital negara berkembang, seperti Indonesia. (GHS//NRL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *