Sumber: Greenpeace
Raja Ampat, kawasan yang dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia dan telah diakui UNESCO sebagai Global Geopark (UGGp), kini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas pertambangan nikel di beberapa pulau kecilnya. Aktivitas ini tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Sejumlah laporan, termasuk dari Greenpeace Indonesia, melaporkan adanya aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Ketiga pulau ini termasuk dalam kategori pulau kecil yang seharusnya dilindungi dari aktivitas pertambangan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Aktivitas pertambangan di pulau-pulau tersebut telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami serta memicu sedimentasi yang mengancam terumbu karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.
Aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil Raja Ampat tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan, tetapi juga mengancam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Masyarakat adat di wilayah tersebut menyatakan kekhawatiran mendalam atas dampak lingkungan dan sosial dari ekspansi tambang nikel yang dapat merusak ekosistem serta mengganggu mata pencaharian mereka yang bergantung pada sektor pariwisata, perikanan, dan pertanian.
Kasus serupa terjadi di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, di mana sekitar 75% luas tanah pulau tersebut telah dibebani izin tambang nikel. Aktivitas pertambangan di Kabaena telah menyebabkan pencemaran laut, sedimentasi tinggi, dan kerusakan ekosistem yang signifikan serta mengancam kesehatan masyarakat setempat. Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi Raja Ampat untuk menghindari kerusakan serupa.
Menanggapi kekhawatiran publik, Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan keprihatinannya terhadap aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat dan mengancam akan mengambil tindakan tegas untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menepis kabar bahwa aktivitas tambang nikel berada tepat di ikon Raja Ampat, yakni Pulau Piaynemo, dan menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan berada di Pulau Gag, yang terletak sekitar 30–40 kilometer dari Piaynemo.
Namun, pernyataan tersebut tidak menghapus kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang lebih luas, mengingat ekosistem laut Raja Ampat bersifat saling terhubung. Selain itu, aktivitas tambang di pulau kecil, seperti Gag tetap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang pertambangan di pulau-pulau kecil dengan luas di bawah 2.000 km².
Raja Ampat merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, dengan perairannya menjadi rumah bagi 75% spesies terumbu karang dunia dan lebih dari 2.500 spesies ikan. Aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di wilayah ini mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. Diperlukan tindakan tegas dari pemerintah untuk meninjau kembali izin-izin pertambangan yang telah dikeluarkan dan memastikan bahwa aktivitas ekonomi tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. (FNA/NYL)
You may also like
Saat Ketegangan Timur Tengah Mengoyak Ekonomi dan Meremukkan Harapan Rakyat
Seni Memaksimalkan Jeda: Mengelola Waktu Liburan untuk Rejuvenasi Optimal
COC Kembali, Waktunya Pelajar Unjuk Aksi dan Prestasi
Challenge Detoks Media Sosial: Berani Coba? Cek Manfaatnya!
Selat Hormuz: Jalur Kecil yang Menggenggam Dunia