Jastip di Era Digital, dari Iseng Jadi Cuan 

Sumber: Unsplash

Awalnya hanya sekadar iseng, ada teman yang menitip sheet mask Korea, sepatu sneakers, atau buku diskon dari bazar. Namun, siapa sangka, dari satu dua titipan itu, perlahan-lahan tumbuh peluang cuan baru di era digital, yaitu jasa titip online atau yang lebih akrab disebut jastip.

Fenomena ini semakin meroket sejak pandemi usai. Banyak orang ingin berbelanja, tetapi malas mengantre atau tidaksempat datang langsung ke tempatnya. Di sinilah para “jastiper” hadir sebagai penyelamat. Mereka datang ke toko, pameran, atau event tertentu, lalu membuka jasa titip untuk barang-barang yang sedang viral. Semua dilakukan melalui unggahan di story Instagram, grup WhatsApp, hingga akun TikTok.

Menariknya, mayoritas pelaku jastip awalnya bukan pebisnis. Mereka adalah mahasiswa, pekerja kantoran, hingga ibu rumah tangga yang sekadar membantu teman. Namun, ketika peminat bertambah dan cuan mulai berdatangan, jastip pun berubah menjadi peluang usaha yang serius.

Keuntungan datang dari dua arah, yaitu fee jasa titip (umumnya Rp10.000—Rp30.000 per barang) dan markup harga untuk barang yang sulit diperoleh. Namun, untuk bisa bertahan, tak cukup hanya mengandalkan followers saja. Kepercayaan dan komunikasi yang jelas adalah kunci utama.

Sumber: Fissilmi Kalfah

Beberapa tantangan yang sering dihadapi, antara lain keterlambatan barang, salah ukuran, hingga stok habis. Oleh karena itu, pelaku jastip perlu sigap dalam meng-update informasi, jujur mengenai kondisi barang, dan transparan selama prosespemesanan.

Kini, jastip bukan lagi sekadar tren, melainkan cerminan kreativitas anak muda dalam melihat peluang usaha di tengah arus digitalisasi. Dari yang awalnya cuma iseng, kini bisa jadi sumber penghasilan tambahan, bahkan utama!

Jadi, kalau kamu merasa jago belanja, paham tren, dan bisa dipercaya, siapa tahu kamu adalah “jastiper” sukses berikutnya?

Tak bisa dimungkiri, jastip membuka ruang usaha bagi siapa saja tanpa perlu modal besar. Tak perlu toko fisik, cukup ponsel, transportasi, dan kemampuan komunikasi yang baik. Banyak pelaku jastip yang memulainya sendiri, kemudianberkembang bersama teman, bahkan membentuk tim kecil yang terorganisir.

Selain keuntungan finansial, jastip juga membangun relasi sosial yang unik. Penjual dan pelanggan sering saling berbagi cerita, titipan lucu, bahkan menjadi langganan yang saling percaya. Inilah sisi humanis dari jastip yang kerap dilupakan, yaitu relasi, bukan sekadar transaksi.

Ke depan, peluang jastip akan terus tumbuh seiring dengan maraknya event lokal, pameran UMKM, hingga tren produk viral. Tantangannya? Menjaga konsistensi dan kepercayaan pelanggan. Namun, jika dijalani dengan jujur dan telaten, bukan tidak mungkin jastip jadi pintu rezeki yang menyenangkan.

(MRD/RDS/SZA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *