Sumber: edukasi.okezone.com

Riuh di Jalanan, Dentum Demokrasi

Demonstrasi selalu menjadi bagian dari denyut nadi demokrasi. Setiap kali ribuan orang turun ke jalan, suasana kota berubah seketika. Terik matahari tidak menyurutkan semangat, spanduk berwarna-warni diangkat tinggi, dan suara orasi bergema memenuhi udara. Bagi sebagian orang, pemandangan itu adalah bukti nyata bahwa rakyat punya nyali untuk bersuara. Namun, bagi sebagian lain, demonstrasi justru dianggap ancaman karena sering kali membawa kemacetan, kerusuhan, dan kerugian yang sulit dihindari.

Demonstrasi adalah wujud keberanian rakyat. Saat kebijakan pemerintah dirasa tidak adil atau merugikan masyarakat, unjuk rasa menjadi sarana untuk menyampaikan penolakan. Aksi massa bisa memaksa pemerintah meninjau kembali keputusan yang diambil. Banyak contoh dalam sejarah ketika suara rakyat berhasil memengaruhi arah kebijakan negara. Lebih dari itu, demonstrasi memberi ruang edukasi politik bagi masyarakat luas. Generasi muda belajar bahwa demokrasi tidak berhenti di bilik suara saat pemilu, tetapi juga hidup lewat partisipasi aktif, solidaritas, dan keberanian untuk bersuara bersama. Dari sinilah tumbuh kesadaran kolektif bahwa rakyat adalah bagian penting dari roda pemerintahan.

Sumber: merdeka.com

Meski demikian, demonstrasi tidak lepas dari sisi gelap. Setiap aksi selalu punya potensi berubah menjadi ricuh. Sedikit provokasi dapat memicu bentrokan besar antara massa dan aparat. Fasilitas umum dirusak, kaca-kaca pecah, bahkan hingga memakan korban jiwa. Hal yang paling ironis ialah aspirasi yang niat awalnya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat justru dapat menyakiti rakyat itu sendiri. Akibat hal tersebut, aktivitas ekonomi terhambat karena jalanan ditutup, transportasi umum terhenti, dan masyarakat yang tidak ikut aksi ikut merasakan dampaknya. Jika kerusuhan terus berulang, kepercayaan investor pun bisa terganggu. Negara akan dipandang tidak stabil dan hal tersebut akan merugikan pembangunan jangka panjang.

Oleh karena itu, demonstrasi seharusnya dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Rakyat berhak bersuara, tetapi suara itu sebaiknya disampaikan dengan damai tanpa merugikan sesama. Kreativitas aksi damai bahkan lebih sering menggugah daripada kekerasan. Di sisi lain, pemerintah tidak boleh menutup telinga. Ruang dialog yang sehat dan terbuka harus tersedia agar masyarakat tidak selalu menjadikan jalanan sebagai satu-satunya pilihan untuk didengar. Komunikasi yang baik dapat meredam ketegangan sekaligus memperkuat rasa saling percaya antara rakyat dan pemerintah.

Pada akhirnya, demonstrasi adalah pengingat bahwa demokrasi tidak tumbuh dalam diam. Demokrasi hidup karena rakyat berani menyuarakan pendapat. Akan tetapi, keberanian saja tidak cukup. Keberanian itu harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab agar aspirasi tidak berubah menjadi anarki. Jalanan boleh bergemuruh dengan teriakan, spanduk boleh memenuhi udara, dan suara rakyat boleh mengguncang kota. Akan tetapi, semua itu akan bermakna jika meninggalkan jejak perubahan, bukan puing-puing kehancuran. (CF/SYN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *