Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 15 Agustus 2025 meninggalkan catatan yang tak biasa. Alih-alih menutup rapat dengan hikmat, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru berjoget di kursi mereka setelah mendengar pidato Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan nota keuangan presiden. Momen itu menjadi sorotan publik terlebih di waktu yang sama, presiden menetapkan tunjangan rumah bagi anggota DPR sebesar 50 juta rupiah per bulan. Masyarakat menilai hal ini tidak menunjukan empati karena di sisi lain kondisi ekonomi sedang sulit sehingga masyarakat merasa kecewa atas sikap tersebut.
Seruan “bubarkan DPR” ramai di media sosial. Bukan sebagai makna harfiah, melainkan luapan rasa frustrasi publik. Namun, bukannya meredakan rasa kecewa publik, sejumlah komentar anggota DPR justru memicu kemarahan. Parodi hingga pernyataan yang merendahkan kritik rakyat menambah bara emosi, bahkan salah satu anggota dewan mengatakan bahwa orang yang berkata “bubarkan DPR” merupakan orang tolol sedunia. Pernyataan tersebut membuat masyarakat semakin geram sehingga aksi demo pun tak terelakkan. Pada 25 Agustus 2025, mahasiswa, buruh, dan berbagai elemen masyarakat turun ke jalan untuk menuntut pembatalan tunjangan rumah tersebut.
Sumber: TvOneNews
Demonstrasi berlanjut pada 28 Agustus dan berujung ricuh. Gas air mata ditembakkan, kontak fisik terjadi, dan tragisnya seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, meninggal setelah dilindas kendaraan taktis yang mencoba menerobos kerumunan massa. Kabar meninggalnya Affan Kurniawan menyulut emosi publik. Keluarga korban menuntut keadilan dan massa menjadikan almarhum Affan sebagai simbol perlawanan terhadap represivitas aparat.
Pada 29—30 Agustus 2025, kericuhan terjadi di berbagai kota. Beberapa massa menuntut keadilan atas meninggalnya Affan Kurniawan dan mendesak ketegasan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab. Tuntutan yang disuarakan mencakup pengusutan tuntas, transparansi, serta hukuman terhadap pelaku. Namun, terjadi eskalasi aksi yang menyebabkan sejumlah fasilitas umum terbakar, bahkan beberapa rumah anggota DPR dijarah oleh massa.
Sumber: DetikNews
Pada 31 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto bersama pimpinan DPR menyampaikan pernyataan resmi. Pemerintah berjanji menghormati kebebasan berpendapat, memproses aparat yang melanggar secara transparan, serta mencabut kebijakan kontroversial terkait tunjangan dan kunjungan kerja luar negeri anggota DPR. Namun, pemerintah juga menegaskan bahwa aksi yang mengarah pada makar dan terorisme akan ditindak tegas.
Gelombang aksi yang terjadi dalam seminggu terakhir menjadi cerminan rapuhnya kepercayaan publik terhadap kebijakan dan perilaku yang dibuat oleh wakil rakyat tanpa pertimbangan yang memicu kekecewaan besar, sementara represivitas aparat menambah luka warga yang terus memakan korban. Kini masyarakat berharap pada ruang dialog yang dijanjikan presiden melalui pimpinan DPR. Akankah ruang tersebut menjadi ruang penyelesaian atau sekadar janji yang tidak terselesaikan?
(ARM/NRL)
You may also like
Enam Strategi Penting agar Demonstrasi Berlangsung Damai Tanpa Anarki
17+8 Tuntutan Rakyat Menjadi Perhatian, Akankah Berbuah Tindakan atau Sekadar Angan-Angan?
From Textbooks to Chromebooks: How Digital Tools Shape Gen Z Learning
Maulid Nabi Muhammad: Meneladani Kepemimpinan yang Adil di Tengah Kekecewaan pada Kekuasaan
Riuh di Jalanan, Dentum Demokrasi