Sumber: Beautynesia.id

Sumber: Beautynesia.id

Generasi Haus Prestasi: Ketika Ambisi Bertabrakan dengan Kenyataan

Di tengah maraknya media sosial dan derasnya arus informasi, generasi muda masa kini menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dunia modern membentuk mereka untuk selalu cepat, produktif, dan sempurna—sebuah atmosfer yang memupuk ambisi besar sekaligus menciptakan jurang kelelahan yang dalam. Ketika semangat mengejar mimpi bertabrakan dengan realitas sosial yang keras, burnout pun menjadi bayang-bayang yang sulit dihindari.

Sejak dini, anak muda didorong untuk bermimpi besar, misalnya menjadi CEO sebelum usia 30 tahun, mengumpulkan aset di awal usia 20-an, atau menjalani hidup glamor ala selebritas media sosial. Namun, di balik layar yang tampak sempurna itu, realitas memperlihatkan persaingan ketat, tekanan finansial, dan ketidakpastian masa depan yang mencekik. Di sinilah ambisi yang mulia berubah menjadi beban berat yang memicu kelelahan mental dan emosional.

Sumber: Kumparan.com

Menariknya, di antara semua kelompok usia, Gen Z—mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an—tercatat sebagai generasi yang paling rentan mengalami burnout. Banyak studi menemukan bahwa Gen Z menghadapi tingkat stres yang jauh lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya. Beberapa faktor memperjelas mengapa hal ini terjadi.

Perubahan drastis akibat pandemi COVID-19 menjadi salah satu pemicunya. Ketika sistem kerja berpindah menjadi daring, banyak pekerja muda merasa terisolasi, menghadapi jam kerja yang kabur batasannya, dan menjalani kehidupan profesional yang kehilangan sentuhan manusiawi. Work from home yang awalnya dianggap fleksibel justru menciptakan perasaan terkekang dan kesepian.

Lingkungan kerja yang tidak sehat juga memperburuk keadaan. Budaya toxic, ekspektasi berlebihan, hingga minimnya penghargaan terhadap kesejahteraan mental membuat Gen Z lebih mudah merasa tertekan. Belum lagi tekanan sosial dari media digital, yang seolah menuntut mereka untuk sukses besar dalam waktu singkat, menciptakan rasa gagal ketika realitas tidak berjalan sesuai harapan. Selain itu, tekanan finansial turut menambah beban. Banyak dari generasi muda harus bergulat dengan gaji yang tidak seimbang dengan kebutuhan hidup, beban utang pendidikan, hingga kekhawatiran tentang masa depan ekonomi yang tak menentu.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi generasi muda untuk mulai membangun hubungan yang sehat dengan ambisi. Menetapkan target realistis, memperhatikan sinyal kelelahan diri, serta memahami bahwa kesuksesan sejati bukan hanya tentang pencapaian luar, melainkan juga tentang kesejahteraan batin. Belajar mengambil jeda, menikmati proses, dan merayakan pencapaian kecil adalah kunci untuk tetap bertahan tanpa harus terbakar habis di tengah perjalanan.

Generasi Z bukan generasi lemah. Mereka adalah generasi yang kreatif, adaptif, dan berani. Namun, di dunia yang tak kenal berhenti ini, mereka juga perlu diajarkan bahwa istirahat adalah bagian penting dari perjalanan menuju impian besar. (CF/NYL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *