Kritik dan Harapan untuk MBG: Refleksi dari Kasus Keracunan Bandung

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah dengan penuh optimisme kini menghadapi ujian besar. Alih-alih menjadi solusi bagi persoalan gizi dan stunting, program ini justru menuai kontroversi setelah kasus keracunan massal menimpa ribuan siswa di Kabupaten Bandung Barat. Tragedi tersebut menjadi sorotan nasional dan kembali memunculkan perdebatan tentang kesiapan Indonesia menjalankan program sebesar MBG.

Sumber: Olenka

Hingga 25 September 2025, tercatat lebih dari 1.300 siswa di Bandung Barat mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG. Gejala yang muncul bervariasi, mulai dari mual, pusing, hingga sesak napas. Pemerintah daerah bahkan menetapkan insiden ini sebagai kejadian luar biasa (KLB), mengingat jumlah korban yang begitu besar.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun bergerak cepat. Wakil Ketua DPR yang meninjau langsung lokasi kejadian menyebut lemahnya pengawasan sebagai akar masalah. Anggota Komisi IX DPR, Nurhadi, menegaskan bahwa persoalan terletak pada tata kelola dapur. “Penyebab utama keracunan terletak pada manajemen dapur yang belum tertata dengan baik, mulai dari kompetensi kepala dapur hingga keberadaan ahli gizi,” ujarnya.

Kasus di Bandung Barat bukan sekadar insiden lokal, melainkan peringatan keras bahwa sebuah program nasional dengan cakupan besar harus dijalankan dengan standar keamanan pangan yang ketat.

Sumber: Antara.com 

Di atas kertas, MBG hadir dengan misi mulia, yaitu menjamin setiap anak Indonesia, khususnya dari keluarga kurang mampu, mendapatkan makanan bergizi tanpa membebani ekonomi orang tua. Lebih jauh lagi, program ini diharapkan mampu menjadi strategi jangka panjang untuk menekan angka stunting, meningkatkan kualitas kesehatan, sekaligus memperkuat sumber daya manusia Indonesia di masa depan.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan dinamika yang berbeda. Sebagian pihak menilai MBG sebagai terobosan penting, tetapi sebagian lainnya menyoroti potensi resikonya jika tidak dikelola dengan serius.

Meski dibayangi kritik, banyak kalangan masih percaya MBG memiliki potensi besar bila dijalankan dengan benar. Program ini bukan hanya dapat menjadi pilar ketahanan gizi nasional, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal. Namun, ada syarat yang tak bisa ditawar, yaitu perlu adanya pengawasan ketat, keterlibatan ahli gizi, standar dapur yang higienis, serta pemanfaatan pangan lokal secara optimal.

Sumber: LintasTotabuan.com

Pada akhirnya, MBG harus menjadi lebih dari sekadar slogan politik. Ia harus menjelma sebagai wujud nyata kepedulian negara terhadap generasi muda. Seperti pepatah bijak mengatakan, “Apa yang kita tanam hari ini, akan dituai anak cucu kita kelak”. Dengan pembenahan yang serius, MBG berpeluang besar menjadi warisan berharga bangsa, bukan menyebabkan trauma kolektif bangsa. (ADS/SZA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *